Mengendalikan hipertensi
Banyak penderita hipertensi tidak dibekali
pengetahuan cukup untuk dapat mengerti dan memakai obat darah tinggi dengan
baik. Pertanyaan penderita sering membuktikan hal ini. Misalnya, apakah obat
anti-hipertensi (AH) perlu
dimakan seumur hidup? Apakah aman bila dimakan terus menerus? Efek sampingan
apa yang akan dirasakan?
Pertama perlu disadari bahwa tekanan darah (TD) tinggi tidak selalu dapat
dirasakan penderita, walaupun tensinya bisa lebih dari 200 sistolik. Hanya
sekitar 20% penderita yang dapat "merasakan" TD-nya meninggi. Fakta
kedua,
bila TD tinggi dapat diturunkan, maka komplikasi seperti infark jantung (yang
kemungkinan berbuntut kematian) dan stroke dapat dikurangkan sekitar 20 - 30%.
Selain itu menurunkan TD tinggi dapat menghindarkan kita dari
berbagai macam komplikasi terhadap organ, seperti mata dan ginjal.
Dewasa ini tersedia banyak jenis obat hipertensi, yang dapat digolongkan dalam
berbagai kelas berdasarkan cara kerjanya. Untuk setiap kelas juga tersedia
beberapa obat sejenis (me-too drugs) dengan sifat-sifat sama namun
juga dapat berbeda satu sama lain.
Terdapat lima kelompok utama obat AH, yaitu thiazide, beta-blocker, ACE
inhibitor, calcium channel blocker, dan alfa-blocker. Pada 50% dari kasus-kasus
ringan dan sedang, salah satu dari kelima jenis obat ini saja biasanya sudah
dapat mengontrol. Namun, kasus selebihnya memerlukan pengobatan kombinasi,
memakai obat lebih dari satu. Strategi dasarnya, memilih dosis kecil yang
efektif untuk menghindari efek sampingan. Hal ini penting karena obat AH,
seperti semua obat lain, dapat menimbulkan efek sampingan. Karena sebagian
besar hipertensi tidak dapat disembuhkan total, obat harus diberi seumur hidup.
Penghentian selama beberapa hari saja akan menaikkan kembali TD.
Bila satu dari lima golongan obat di atas belum berhasil mengontrol dengan
baik, maka diperlukan penggantian obat. Ini karena respons tubuh terhadap obat
lain dapat berbeda dan siapa tahu, lebih menguntungkan. Setiap golongan obat AH
mempunyai manfaat khas terhadap jenis hipertensi yang diderita, sehingga bila
satu tidak mempan, yang lain dapat berguna. Misalnya, untuk orang yang suka
makan garam (tidak bisa dilarang) dan agak tua, thiazide dosis kecil merupakan
pilihan tunggal efektif. Bila hipertensi disertai penyakit jantung koroner maka
calcium channel blocker merupakan pilihan terbaik. Bila hipertensi disertai
frekuensi denyut jantung cepat, tapi tidak ada penyakit asma, beta-blocker
sebaiknya dipilih. Namun dokterlah yang dapat menentukan pilihan ini.
Bila hal di atas belum juga dapat mengontrol TD, maka perlu dilakukan
penambahan obat lain sebagai kombinasi. Soalnya, penambahan ini akan lebih
bermanfaat daripada meninggikan dosis obat pertama. Hanya saja sebelum
melakukannya kita perlu menunggu 2 - 4 minggu untuk melihat apakah obat pertama
sudah bekerja optimal. Tidak heran, pengobatan hipertensi yang bandel dapat
memerlukan kombinasi 2 - 3 jenis obat AH.
Sampai berapa jauh TD perlu diturunkan? Seseorang dapat dianggap mempunyai TD
tinggi bila TD-nya lebih dari 140/90, tidak tergantung usianya. Pengukuran TD
harus dilakukan dalam sikap duduk dan setelah istirahat selama
5 - 10 menit. Alat pengukur TD elektronik dapat digunakan, namun perlu
dibandingkan dahulu dengan sfigmomanometer air raksa. Pengobatan perlu
menurunkan TD secara pelahan hingga di bawah kriteria di atas, atau bila
sebelumnya tinggi sekali, paling tidak mendekati 140/90. TD tak boleh
diturunkan secara drastis, misalnya dari 250 sistolik ke 120, karena dapat
menimbulkan stroke.
Perubahan gaya hidup banyak mempengaruhi proses penurunan TD. Makan terlalu
banyak sehingga menimbulkan kegemukan dapat bermuara pada hipertensi. Hidup
dengan gaya sibuk pun ikut mempengaruhi TD. Belum lagi kebiasaan merokok, yang
juga salah satu pemicu hipertensi.
Efek sampingan yang dirasakan tentu perlu dikomunikasikan ke dokter. Setiap
golongan obat AH memiliki profil efek sampingan berbeda. Pusing, berdebar, kaki bengkak, alergi, hidung tersumbat,
kencing banyak, ngantuk, dan
kadang-kadang batuk yang "ngikil" (ACE-inhibitor) dapat merupakan
efek sampingan obat hipertensi. Karena itu, penggunaan obat anti-hipertensi
sebaiknya tidak dilakukan atas inisiatif sendiri, melainkan perlu dibahas
dengan dokter untuk informasi serta diskusi yang bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar